Senin, 28 Februari 2011

Potensi Sagu menjadi Bioetanol


1.        Bagaimana cara mengekstrak pati dari sagu?
2.        Potensi sagu sebagai bioetanol?
3.        Apakah bioetanol yang dihasilkan sebaik bioetanol dari singkong?
Jawab.
Sagu terdiri dari dua jenis, yaitu Metroxylon sagus Rooth yang berduri, dan M. rumphi yang berduri. Tanaman ini berasal dari Maluku kemudian menyebar ke berbagai daerah rendah di Indonesia, seluas 5-6 juta Ha berupa hutan sagu alami, dan hanya 0,2 juta Ha berareal budidaya. Batang sagu mengandung pati yang dapat diekstrak secara mudah dengan cara tradisional. Pati sagu merupakan makanan pokok pada sebagian penduduk Maluku, Papua dan Mentawai. Dibanding pati tanaman lain, pati sagu relatif mudah dicerna. Tanaman sagu dapat dipanen untuk diambil patinya pada umur 12 tahun pada saat mulai mengeluarkan bakal buah. Jika panen dilakukan pada saat tanaman telah membentuk buah, tanaman akan kurang mengandung pati sehingga hasil ekstraksi pati lebih sedikit (Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, 2001).
 
Pati sagu merupakan makanan pokok penduduk asli Maluku dan Papua, terutama yang bermukim di daerah dataran rendah. Di masa depan, tepung sagu akan banyak digunakan untuk keperluan industri, antara lain sebagai bahan pembuatan roti, mi, kue, sirup berfruktosa tinggi, bahan perekat, dan plastik mudah terurai secara alami (biodegradable). Pati sagu juga digunakan dalam industri obat-obatan, kosmetik, kertas, etanol, dan tekstil. Sementara itu, limbah pengolahan sagu dapat digunakan sebagai pakan ternak (Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, 2007).
 Dalam proses produksinya, menurut teori yang disampaikan oleh haryanto dan Pangloli (1992) pengolahan aci sagu dapat dilakukan dengan cara tradisional dan cara pabrikasi (mekanisasi). Pengerjaan dengan cara tradisional menggunakan alat-alat dan cara yang sederhana, yaitu potongan pohon sagu dibelah dua. Belahan pohon sagu ditokok dengan suatu alat, kemudian empulur ditetak-tetak sedikit demi sedikit dari salah satu ujung sampai ke pangkalnya dan dijaga jangan sampai kering. Hasil tokokan empulur yang disebut "ela", dikumpulkan kemudian disaring. Di tempat penyaringan, ela disiram dengan air bersih, maka aci akan keluar bersamaan dengan air siraman, selanjutnya disaring. Air siraman ela yang diperoleh, diendapkan. Hasil endapan dipisahkan dari air yang sudah mulai jernih, sehingga diperoleh aci sagu basah. Sedangkan, pengolahan secara pabrikasi (mekanisasi) menggunakan pemarut silinder atau pemarut Cakera yang disambungkan pada motor. Setelah diperoleh “ela”, lalu diproses menjadi zat tepung seperti pengambilan pati yang dilakukan pabrik tapioka biasa, yaitu dengan menggunakan sistem pemisah zat tepung dari ampas secara sentrifugal (Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, 2007).
Gambar 1.     Rancangan alat pemarut batang sagu untuk mengekstrak pati sagu secara Pabrikasi

Pati pada tanaman sagu terdapat di bagian empulur sagu yang dilindungi oleh kulit kayu yang cukup keras. Untuk mengeluarkan pati dari batang dibutuhkan proses ekstraksi yang dapat dilakukan melalui tahapan penebangan batang sagu, pemotongan batang secara melintang dengan ukuran tertentu, pemisahan empulur sagu dari bagian batang sagu yang keras dengan penohokan, penghancuran empulur sagu dengan pemarutan atau penggilingan bersama air, pemisahan pati sagu dan komponen lain dari bubur pati sagu dengan cara pengendapan, pemisahan endapan pai dan bagian lain yang laru air, serta pengeringan endapan (pati sagu) dengan menggunakan sinar matahari(Flach, 1997; Istalaksana dan Maturbongs, 2007).
Potensi sagu (Metroxylon sagu Rottb.) sebagai sumber bahan pangan dan bahan industri telah disadari sejak tahun 1970-an, namun sampai sekarang pengembangan tanaman sagu di Indonesia masih jalan di tempat. Sagu merupakan tanaman asli Indonesia. Diyakini bahwa pusat asal sagu adalah sekitar Danau Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua. Di tempat tersebut dijumpai keragaman plasma nutfah sagu yang paling tinggi (Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, 2007).
Bio-etanol adalah cairan biokimia pada proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat dengan menggunakan bantuan mikroorganisme dilanjutkan dengan proses distilasi. Sebagai bahan baku digunakan tanaman yang mengandung pati, ligno selulosa dan sukrosa. Dalam perkembangannya produksi bio-etanol yang paling banyak digunakan adalah metode fermentasi dan distilasi, dengan bahan baku ubi kayu atau molase. Bio-etanol dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar minyak (BBM) tergantung dari tingkat kemurniannya (Bustaman, 2008).
Secara umum teknologi produksi bio-etanol ini mencakup 4 (empat) rangkaian proses, yaitu; persiapan bahan baku, fermentasi, distilasi dan pemurnian. Mikroorganisme yang digunakan untuk fermentasi alkohol adalah Bakteri : Clostridium acetobutylicum, Klebsiella pnemoniae, Leuconoctoc mesenteroides, Sarcina ventriculi, Zymomonas mobilis, serta Fungi : Aspergillus oryzae, Endomyces lactis, Kloeckera sp., Kluyreromyces fragilis, Mucor sp., Neurospora crassa, Rhizopus sp., Saccharomyces beticus, S. cerevisiae, S. ellipsoideus, S. oviformis, S. saki, Torula sp. (SDA)
Pati sagu sebagian besar berwarna putih, namun ada juga yang secara genetik berwarna kemerahan yang disebabkan oleh senyawa phenolik. Derajat putih pati sagu bervariasi dan seringkali berubah menjadi kecoklatan/merah selama proses penyimpanan. Perubahan warna dilaporkan akibat adanya aktifitas enzim Latent polyphenol oxidase (LPPO). Enzim ini mengkatalisis reaksi oksidasi senyawa poliphenol menjadi quinon yang selanjutnya membentuk polimer dan menghasilkan warna coklat (Onsa et al, 2000). Kadar amilosa sagu berkisar antara 24-31% dengan berat molekul 1,41x106-2,23x106 Da. Berat molekul amilopektin pati sagu 670x106-9,23x106 Da. Berikut tabel kompisisi kimia sagu :
Komponen
Referensi
Ahmed et el., (1999)
Anonim (2003)
Air (%)
Abu (%)
Lemak (%)
Protein (%)
Serat (%)
Amilosa (%)
10-20
0,06-0,43
0,10-0,13
0,20-0,32
3,69-5,96
24-30
7,86-11,18
0,41-0,76
-
0,97-1,08
-
20-33
Secara garis besar ada 4 langkah proses pembuatan bioetanol dengan menggunakan ubi kayu, yaitu :
a. Mengubah zat pati dalam ubi kayu menjadi zat gula (hidrolisis)
b. Mengubah gula (glukosa) menjadi etanol (fermentasi)
1.      Destilasi, Pemurnian etanol hasil fermentasi menjadi etanol dengan kadar 95-96%.
2.      Proses dehidrasi , penghilangan air sehingga kadar etanol meningkat menjadi 99,5%.
Begitu pula halnya dengan pembuatan bioetanol dari pati sagu. Akan tetapi, kualitas bioetanol yang dihasilkan dari pati sagu masih dibawah dari pati singkong. Hal tersebut dikarenakan kandungan dari pati sagu masih sedikit dari pati singkong dan juga kualitas pati sagu hanya dapat  memenuhi 10% bioetanol dibanding bioetanol dari pati singkong yang mencapai 23-35%.

DAFTAR PUSTAKA
Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. 2007. Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif.
diakses tanggal 16 Desember 2010.
Bustaman, 2008. Strategi Pengembangan Bio-etanol Berbasis Sagu di Maluku. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Bogor
diakses tanggal 16 Desember 2010.
Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat. 2001. Tanaman Penghasil Pati.
diakses tanggal 16 Desember 2010.

DAFTAR GAMBAR
Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat. 2001. Pemarut Batang Aren dan Sagu.
diakses tanggal 16 Desember 2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar